Kamis, 12 Maret 2009

Pengayaan Bahasa Indonesia


SEMARANG,–Bahasa Indonesia yang telah menjadi jatidiri bangsa Indonesia telah mengalami banyak perubahan. ”Seiring dengan berjalannya peradaban yang terus bergerak menuju arus globalisasi, bahasa Indonesia dihadapkan pada persoalan yang semakin rumit dan kompleks. Dalam hakikatnya sebagai bahasa komunikasi, bahasa Indonesia dituntut untuk bersikap luwes dan terbuka terhadap pengaruh asing.” kata Tommi Yuniawan, S.Pd, M.Hum, dosen Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Semarang (Unnes) di Semarang, Selasa.
Ia menambahkan, dalam kedudukannya sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia harus tetap mampu menunjukkan jatidirinya di tengah-tengah pergaulan antarbangsa di dunia.
Akan tetapi saat ini bahasa Indonesia telah mengalami banyak perubahan, terutama dalam wacana lisan. Banyak para penutur yang tidak menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dan cenderung bebas, katanya.
Keluhan tentang rendahnya mutu pemakaian bahasa Indonesia sudah lama terdengar. Ironisnya, belum juga ada kemauan baik untuk menggunakan sekaligus meningkatkan mutu berbahasa. “Tidak sedikit kita mendengar bahasa yang digunakan oleh para pejabat cenderung rancu dan pemilihan kosakata nya juga payah sehingga menimbulkan kesalahpahaman dalam penafsiran,” katanya menjelaskan.
Yang lebih mencemaskan, katanya, “kita masih terlalu mengagungkan nilai-nilai modern sehingga merasa lebih terhormat dan terpelajar jika dalam bertutur menyelipkan istilah asing.”
Kaidah-kaidah kebahasaan yang telah diluncurkan oleh Pusat Bahasa, seperti Pedoman Umum Ejaan yang Disempurnakan (EYD), Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), atau Pedoman Umum Pembentukan Istilah Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia yang diharapkan menjadi acuan normatif masyarakat dalam berbahasa, tampaknya tidak pernah mendapat perhatian dari masyarakat.
Persoalan kebahasaan seolah-olah hanya menjadi urusan para ahli bahasa, pemerhati, dan peminat masalah kebahasaan. Sementara masyarakat menganggap bahwa kaidah bahasa hanya akan membuat suasana komunikasi menjadi kaku dan tidak komunikatif.
Sementara itu, Surati seorang guru SD di Batang mengatakan, bahasa akan terbina dengan baik apabila sejak dini anak-anak dilatih dan dibina secara serius dan intensif. Dan seharusnya kurikulum yang ada di sekolah dasar perlu dilakukan pembenahan.
Ia juga menyayangkan, selama ini pendidikan bahasa Indonesia di sekolah-sekolah hanya menjadi semacam syarat. Murid tidak memahami secara mendalam tentang tata cara dalam berbahasa yang sesungguhnya. Yang mereka coba raih hanyalah nilai yang bagus, karena mata pelajaran bahasa Indonesia merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi syarat kelulusan.
Hal semacam ini harus segera dibenahi, terutama menuntut perhatian yang serius dari Pemerintah dan juga dari pihak sekolah selaku pelaksana formal. Dengan mencanangkan kurikulum yang dapat merangsang minat pelajar untuk serius dalam mempelajari bahasa Indonesia.
Peran media televisi yang demikian akrab dengan dunia anak juga sangat penting, yaitu harus mampu memberikan contoh penggunaan bahasa Indonesia yang baik, bukan malah melakukan ?perusakan? bahasa melalui ejaan, kosakata, maupun tata bahasa seperti yang banyak kita saksikan selama ini, kata Tommi.
Dengan begitu bahasa Indonesia bukan hanya menjadi kepentingan beberapa pihak saja, tetapi juga menjadi kepentingan semua pihak dengan tetap menjadikan bahasa Indonesia sebagai jatidiri bangsa yang berbudaya.
Apalagi bahasa Indonesia merupakan bagian panjang dari sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia, dan mempunyai peranan besar terhadap bangsa ini, baik di masa penjajahan, masa kemerdekaan, maupun masa sekarang.
Bahasa Indonesia memiliki keindahan yang tidak jauh kalahnya dengan bahasa-bahasa lainnya di dunia. Bahasa Indonesia memiliki sejarah yang jauh lebih panjang daripada sejarah Republik Indonesia itu sendiri.
Bahasa Indonesia muncul karena tekad pemuda yang kuat dalam mempersatukan bangsa, dan bahasa ini juga mampu menyatukan sekaligus membuat bangsa Indonesia sejajar dengan bangsa-bangsa lainnya, katanya. (ANT)

Sumber: Kompas, Selasa 9 September 2008

Tidak ada komentar: