Sabtu, 07 Maret 2009

Sosiologi

Stratifikasi sosial
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pelapisan sosial atau stratifikasi sosial (social stratification) adalah pembedaan atau pengelompokan para anggota masyarakat secara vertikal (bertingkat).
//
Pengertian
Definisi sistematik antara lain dikemukakan oleh Pitirim A. Sorokin bahwa pelapisan sosial merupakan pembedaan penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat (hierarkis). Perwujudannya adalah adanya lapisan-lapisan di dalam masyarakat, ada lapisan yang tinggi dan ada lapisan-lapisan di bawahnya. Setiap lapisan tersebut disebut strata sosial. P.J. Bouman menggunakan istilah tingkatan atau dalam bahasa belanda disebut stand, yaitu golongan manusia yang ditandai dengan suatu cara hidup dalam kesadaran akan beberapa hak istimewa tertentu dan menurut gengsi kemasyarakatan. Istilah stand juga dipakai oleh Max Weber.
Dasar-dasar pembentukan pelapisan sosial
Ukuran atau kriteria yang menonjol atau dominan sebagai dasar pembentukan pelapisan sosial adalah sebagai berikut.
Ukuran kekayaan
Kekayaan (materi atau kebendaan) dapat dijadikan ukuran penempatan anggota masyarakat ke dalam lapisan-lapisan sosial yang ada, barang siapa memiliki kekayaan paling banyak mana ia akan termasuk lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial, demikian pula sebaliknya, barang siapa tidak mempunyai kekayaan akan digolongkan ke dalam lapisan yang rendah. Kekayaan tersebut dapat dilihat antara lain pada bentuk tempat tinggal, benda-benda tersier yang dimilikinya, cara berpakaiannya, maupun kebiasaannya dalam berbelanja.
Ukuran kekuasaan dan wewenang
Seseorang yang mempunyai kekuasaan atau wewenang paling besar akan menempati lapisan teratas dalam sistem pelapisan sosial dalam masyarakat yang bersangkutan. Ukuran kekuasaan sering tidak lepas dari ukuran kekayaan, sebab orang yang kaya dalam masyarakat biasanya dapat menguasai orang-orang lain yang tidak kaya, atau sebaliknya, kekuasaan dan wewenang dapat mendatangkan kekayaan.
Ukuran kehormatan
Ukuran kehormatan dapat terlepas dari ukuran-ukuran kekayaan atau kekuasaan. Orang-orang yang disegani atau dihormati akan menempati lapisan atas dari sistem pelapisan sosial masyarakatnya. Ukuran kehormatan ini sangat terasa pada masyarakat tradisional, biasanya mereka sangat menghormati orang-orang yang banyak jasanya kepada masyarakat, para orang tua ataupun orang-orang yang berprilaku dan berbudi luhur.
Ukuran ilmu pengetahuan
Ukuran ilmu pengetahuan sering dipakai oleh anggota-anggota masyarakat yang menghargai ilmu pengetahuan. Seseorang yang paling menguasai ilmu pengetahuan akan menempati lapisan tinggi dalam sistem pelapisan sosial masyarakat yang bersangkutan. Penguasaan ilmu pengetahuan ini biasanya terdapat dalam gelar-gelar akademik (kesarjanaan), atau profesi yang disandang oleh seseorang, misalnya dokter, insinyur, doktorandus, doktor ataupun gelar profesional seperti profesor. Namun sering timbul akibat-akibat negatif dari kondisi ini jika gelar-gelar yang disandang tersebut lebih dinilai tinggi daripada ilmu yang dikuasainya, sehingga banyak orang yang berusaha dengan cara-cara yang tidak benar untuk memperoleh gelar kesarjanaan, misalnya dengan membeli skripsi, menyuap, ijazah palsu dan seterusnya.
Diferensiasi sosial
Diferensiasi sosial merupakan perbedaan seseorang dilihat dari suku bangsa, ras, agama, klan, dsb.
Pada intinya hal-hal yang terdapat dalam diferensiasi itu tidak terdapat tingkatan-tingkatan, namun yang membedakan satu individu dengan individu yang lainnya adalah sesuatu yang biasanya telah ia bawa sejak lahir. contohnya saja, suku sunda dan suku batak memiliki kelebihan masing-masing. jadi seseorang tidak bisa menganggap suku bangsanya lebih baik, karena itu akan menimbulkan etnosentrisme dalam masyarakat. diferensiasi merupakan perbedaan yang dapat kita lihat dan kita rasakan dalam masyarakat, bukan untuk menjadikan kita berbeda tingkat sosialnya seperti yang terjadi di Afrika Selatan.
Konflik
Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.


Tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik dilatarbelakangi oleh perbedaan ciri-ciri yang dibawa individu dalam suatu interaksi. perbedaan-perbedaan tersebut diantaranya adalah menyangkut ciri fisik, kepandaian, pengetahuan, adat istiadat, keyakinan, dan lain sebagainya. Dengan dibawasertanya ciri-ciri individual dalam interaksi sosial, konflik merupakan situasi yang wajar dalam setiap masyarakat dan tidak satu masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan hilangnya masyarakat itu sendiri.
Konflik bertentangan dengan integrasi. Konflik dan Integrasi berjalan sebagai sebuah siklus di masyarakat. Konflik yang terkontrol akan menghasilkan integrasi. sebaliknya, integrasi yang tidak sempurna dapat menciptakan konflik.
//
Faktor penyebab konflik
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman, tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok.
Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Sebagai contoh, misalnya perbedaan kepentingan dalam hal pemanfaatan hutan. Para tokoh masyarakat menanggap hutan sebagai kekayaan budaya yang menjadi bagian dari kebudayaan mereka sehingga harus dijaga dan tidak boleh ditebang. Para petani menbang pohon-pohon karena dianggap sebagai penghalang bagi mereka untuk membuat kebun atau ladang. Bagi para pengusaha kayu, pohon-pohon ditebang dan kemudian kayunya diekspor guna mendapatkan uang dan membuka pekerjaan. Sedangkan bagi pecinta lingkungan, hutan adalah bagian dari lingkungan sehingga harus dilestarikan. Di sini jelas terlihat ada perbedaan kepentingan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya sehingga akan mendatangkan konflik sosial di masyarakat. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antar kelompok atau antara kelompok dengan individu, misalnya konflik antara kelompok buruh dengan pengusaha yang terjadi karena perbedaan kepentingan di antara keduanya. Para buruh menginginkan upah yang memadai, sedangkan pengusaha menginginkan pendapatan yang besar untuk dinikmati sendiri dan memperbesar bidang serta volume usaha mereka.
Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.
Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika perubahan itu berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan tersebut dapat memicu terjadinya konflik sosial. Misalnya, pada masyarakat pedesaan yang mengalami proses industrialisasi yang mendadak akan memunculkan konflik sosial sebab nilai-nilai lama pada masyarakat tradisional yang biasanya bercorak pertanian secara cepat berubah menjadi nilai-nilai masyarakat industri. Nilai-nilai yang berubah itu seperti nilai kegotongroyongan berganti menjadi nilai kontrak kerja dengan upah yang disesuaikan menurut jenis pekerjaannya. Hubungan kekerabatan bergeser menjadi hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan. Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehiodupan masyarakat yang telah ada.
Jenis-jenis konflik
Menurut Dahrendorf, konflik dibedakan menjadi 4 macam :
konflik antara atau dalam peran sosial (intrapribadi), misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role))
konflik antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
konflik kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
konflik antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
konflik antar atau tidk antar agama
konflik antar politik.
Akibat konflik
Hasil dari sebuah konflik adalah sebagai berikut :
meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok (ingroup) yang mengalami konflik dengan kelompok lain.
keretakan hubungan antar kelompok yang bertikai.
perubahan kepribadian pada individu, misalnya timbulnya rasa dendam, benci, saling curiga dll.
kerusakan harta benda dan hilangnya jiwa manusia.
dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik.
Para pakar teori telah mengklaim bahwa pihak-pihak yang berkonflik dapat memghasilkan respon terhadap konflik menurut sebuah skema dua-dimensi; pengertian terhadap hasil tujuan kita dan pengertian terhadap hasil tujuan pihak lainnya. Skema ini akan menghasilkan hipotesa sebagai berikut:
Pengertian yang tinggi untuk hasil kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil kita sendiri hanya akan menghasilkan percobaan untuk "memenangkan" konflik.
Pengertian yang tinggi untuk hasil pihak lain hanya akan menghasilkan percobaan yang memberikan "kemenangan" konflik bagi pihak tersebut.
Tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Contoh konflik
Konflik Vietnam berubah menjadi perang.
Konflik Timur Tengah merupakan contoh konflik yang tidak terkontrol, sehingga timbul kekerasan. hal ini dapat dilihat dalam konflik Israel dan Palestina.
Konflik Katolik-Protestan di Irlandia Utara memberikan contoh konflik bersejarah lainnya.
Banyak konflik yang terjadi karena perbedaan ras dan etnis. Ini termasuk konflik Bosnia-Kroasia (lihat Kosovo), konflik di Rwanda, dan konflik di Kazakhstan.
Pasifisme
Pasifisme adalah perlawanan terhadap perang atau kekerasan sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian. Pasifisme mencakup pandangan yang berspektrum luas yang merentang dari keyakinan bahwa pertikaian internasional dapat dan harus diselesaikan secara damai, hingga perlawanan mutlak terhadap penggunaan kekerasan, atau bahkan paksaan, dalam keadaan apapun.
Pasifisme dapat didasarkan pada prinsip atau pragmatisme. Pasifisme berprinsip (atau Deontologis) didasarkan pada keyakinan bahwa baik perang, penggunaan senjata maut, kekerasan atau kekuatan atau paksaan secara moral adalah salah. Pasifisme pragmatis (atau Konsekuensial) tidak memegang prinsip mutlak demikian melainkan menganggap ada cara-cara yang lebih baik untuk memecahkan suatu pertikaian daripada perang atau menganggap manfaat-manfaat perang tidak sebanding dengan ongkosnya.
Merpati atau kelompok garis lunak adalah istilah yang digunakan secara informal, biasanya dalam politik, untuk orang-orang yang lebih suka menghindari perang atau memilih perang sebagai jalan terakhir. Sebagian orang yang disebut merpati tidak menganggap posisi mereka sebagai pasifis karena mereka berpandangan bahwa perang dapat dibenarkan dalam keadaan-keadaan tertentu (lihat Doktrin tentang Perang yang Sah). Deskripsi ini merujuk kepada kisah tentang Bahtera Nuh yang melukiskan burung merpati sebagai lambang pengharapan akan keselamatan dan perdamaian. Lawan dari merpati adalah rajawali atau kelompok garis keras.
Sebagian orang, yang menganggap dirinya pasifis, kadang-kadang meskipun menentang perang, kenyataannya tidak menentang semua penggunaan kekerasan, kekuatan fisik terhadap orang lain atau perusakan terhadap harta milik. Kaum anti-militer, misalnya, secara spesifik menenang lembaga-lembaga militer negara kebangsaan modern ketimbang mendukung "kekerasan" pada umumnya. Kaum pasifis lainnya mengikuti prinsip-prinsip anti-kekerasan, karena yakin bahwa hanya tindakan anti kekerasanlah yang dapat dibenarkan.
//
Sejarah


Lukisan Vereschagin Apotheosis of War (1871) dikagumi sebagai salah satu ungkapan artistik yang paling awal tentang pasifisme.
Anjuran pasifisme dapat ditemukan jauh di dalam sejarah dan literatur. Misalnya kecintaan akan seluruh kehidupan, manusia maupun bukan manusia, adalah ajaran sentral dalam Jainisme yang didirikan oleh Mahavira 599-527 SM. Nyawa manusia dihargai sebagai suatu kesempatan yang unik dan jarang untuk mencapai pencerahan, dan membunuh seseorang - siapapun juga - apapun juga kejahatan yang mungkin telah dilakukannya, adalah suatu tindakan memuakkan dan tidak dapat dibayangkan. Di Yunani kuno, dua contoh dari Perang Peloponesos 431–404 SM adalah protes anti kekerasan dari Hegetorides yang berasal dari Thasos, dan mogok seks kaum perempuan Athena dalam komedi Aristophanes Lysistrata.
Banyak orang yang menganggap Yesus sebagai seorang pasifis, berdasarkan Khotbah di Bukitnya. Di sini, Yesus mengajarkan "Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu," dan sebaliknya "siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu." [1]
Gereja-gereja damai, Religious Society of Friends (Quakers), Amish, Menonit dan Gereja Brethren, telah berabad-abad menjadi gereja-gereja pasifis. Koloni Pennsylvania yang dikuasai kaum Quaker menerapkan kebijakan publik yang pasifis dan anti-militersitik. Provinsi koloni ini selama 75 tahun, dari 1681 hingga 1756, pada dasarnya tidak bersenjata dan sedikit saja terlibat atau bahkan sama sekali tidak dalam peperangan selama periode itu. Pada abad ke-19 sentimen anti perang berkembang. Banyak kelompok dan gerakan Many sosialis pada abad itu yang anti militer, dengan alasan bahwa perang pada hakikatnya adalah sebuah bentuk paksaan pemerintah atas kelas pekerja, yang dipaksa untuk berperang dan mati dalam perang yang tidak memberikan keuntungan apapun kepada mereka atas perintah dari tuan-tuan politik dan ekonomi mereka yang tidak pernah menderita di garis depan peperangan. Pembunuhan atas pemimpin sosialis Perancis Jean Jaurès pada 31 Juli 1914 dan keputusan Internasional Kedua untuk kemudian meninggalkan chauvinisme dan militerisme serta kegagalan untuk berhasil menentang Perang Dunia I dianggap sebagai salah satu kegagalan terbesar gerakan sosialis.
Tolstoy adalah penganjur pasifisme yang gigih lainnya. Dalam salah satu karyanya yang belakangan, Kerajaan Allah ada di antara kamu, Tolstoy memberikan sejarah, uraian, dan pembelaan terhadap pasifisme.
Di Aotearoa/Selandia Baru pada paruhan kedua dari abad ke-19, Britania dan para pemukim kolonial, menggunakan banyak taktik untuk mendapatkan tandah dari orang-orang Māori, termasuk peperangan. Dalam salah satu kasus, seorang pemimpin Māori begitu meyakinkan sehingga ia mampu menganjurkan para pejuangnya untuk mempertahankan hak-hak mereka tanpa menggunakan senjata, dalam suasana di mana para pejuang yang sama telah mengalahkan lawan-lawan mereka pada tahun-tahun sebelumnya,Te Whiti-o-Rongomai meyakinkan 2000 orang untuk menyambut para pasukan yang bertekad untuk perang ke desa mereka dan bahkan menaawrkan makanan dan minuman. Pemimpin yang penuh damai ini pula membiarkan dirinya dan rakyatnya ditahan tanpa perlawanan.


"Leading Citizens want War and declare War; Citizens Who are Led fight the War" 1910 cartoon

Kutipan

Apa bedanya untuk yang mati, para yatim piatu, dan mereka yang kehilangan tempat bernaung, apakah penghancuran gila itu dilakukan atas nama totalitariansime atau nama yang suci dari kebebasan dan demokrasi? - Mahatma Gandhi



Sepanjang sejarah tidak ada perang yang tidak dilahirkan oleh pemerintah, pemerintah saja, terlepas dari kepentingan rakyat, yang baginya perang selalu merugikan, meskipun misalnya berhasil dimenangkan. - Leo Tolstoy



Membalas kekerasan dengan kekerasan akan melipatgandakan kekerasan, menambahkan kekelaman yang lebih mendalam kepada malam yang sudah tidak berbintang. Kekelaman tidak dapat menghalau kekelaman: hanya terang yang dapat melakukannya. Kebencian tidak dapat menghalau kebencian: hanya cinta kasih yang dapat melakukannya. Kebencian melipatgandakan kebencian, kekerasan melipatgandakan kekerasan, dan ketegaran melipatgandakan ketegaran dalam lingkaran kehancuran yang kian mendalam ... Reaksi berantai dari kuasa jahat - kebencian melahirkan kebencian, peperangan menghasilkan lebih banyak lagi peperangan - harus dipatahkan, atau kita akan terjerumus ke dalam liang pemusnahan yang gelap. -Martin Luther King Jr.



Menjadi pasifis di antara peperangan sama mudahnya dengan menjadi vegetarian di antara waktu makan. - Ammon Hennacy



Konsep anti-kekerasan adalah sebuah gagasan keliru. Ia mempradugakan adanya cinta kasih dan rasa keadilan pada pihak lawan kita. Bila lawan ini hanya akan kehilangan segala-galanya dan tidak akan memetik keuntungan apapun dengan melaksanakan keadilan dan cinta kasih, reaksinya hanya mungkin negatif. - George Jackson.



Karena kaum pasifis mempunyai lebih banyak kebebasan bertindak di negara-negara di mana jejak demokrasi bertahan, pasifisme dapat bertindak lebih efektif dalam merugikan demokrasi daripada menguntungkannya. Secara obyektif, seorang pasifis adalah pro Nazi.- George Orwell.



Menjadi pasifis untuk menyelamatkan nyawa sendiri adalah normal, menjadi pasifis demi nyawa orang lain adalah pasifisme sejati. - Jacob Borer



Nabi Muhammad datang ke dunia dan mengajarkan kepada kita - Bahwa seorang Muslim adalah orang yang tidak pernah menyakiti siapapun juga baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan, melainkan yang berusaha demi manfaat dan kebahagiaan makhluk-makhluk Allah. Percaya kepada Allah berarti mencintai sesama kita manusia. - Khan Abdul Ghaffar Khan

Tidak ada komentar: